KHD Dalam Sistem Among (Asah, Asih dan Asuh)

Asah, asih dan asuh, Pemikiran Ki Hajar Dewantara (KHD) mengenai pendidikan dan pengajaran merupakan dua hal yang harus dibedakan. Meskipun pendidikan dan pengajaran harus saling bersinergi. Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan mengarah pada memerdekakan manusia dari aspek hidup bathin (otonomi berpikir dan mengambil keputusan, martabat, mentalitas demokratik). Sedangkan pengajaran bersifat memerdekakan manusia dari aspek hidup lahiriah (kemiskinan dan kebodohan). Pendidikan merupakan kemerdekaan untuk mengatur dirinya sendiri. Sedangkan penerapan pengajarannya merupakan upaya didalam mendidik supaya dapat berperasaan, berpikiran, dan bekerja. Merdeka demi pencapaian tujuannya. Kaitan keduanya bahwa manusia yang merdeka adalah manusia yang hidupnya secara lahir dan batin. Bebas dari gangguan orang lain akan tetapi ia juga mampu bersandar dan berdiri diatas kaki sendiri.  

Dalam metode pendidikan dan pengajaran Ki Hajar Dewantara mendasarkan pada sistem among (asah, asih dan asuh). Harapannya menghasilkan peserta didik yang merdeka, sehat fisik, sehat mental, cerdas, menjadi anggota masyarakat. Yang berguna dan bertanggung jawab atas kebahagiaan dirinya dan kesejahteraan orang lain. Semboyan dalam kepemimpinan “Ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani”. Artinya di depan sebagai teladan, di tengah mengarahkan dan dibelakang memberi dorongan.

Pemikiran KHD sudah releven dengan konteks pendidikan di Indonesia saat ini. Hanya saja kita perlu lebih serius mengeksplor kembali pemikiran KHD. Dan mengoptimalkan penerapannya pada pendidikan di Indonesia. Dalam beberapa pelatihan kurikulum 2013 kita sering ditekankan bahwa guru adalah fasilitator. Yang harus bisa menumbuhkan kreatifitas peserta didik. Mengembangkan potensi secara pengetahuan, ketrampilan dan sikap. Apalagi penerapan pendidikan karakter yang memprogramkan kebiasaan-kebiasaan baik.

Baca Juga terkait Asah, asih dan asuh :

Di sekolah saya khususnya pemikiran KHD juga sudah relevan. Dengan pemberian pelatihan atau workshop bagi guru dalam rangka peningkatan kompetensi teknologi. Sebagai upaya untuk memfasilitasi agar anak didik dapat belajar dengan nyaman. Untuk implementasi model pembelajaran blended learning. Pemanfaatan hari sabtu sebagai hari senam sehat dan pengembangan diri dalam kegiatan ekstrakurikuler.

Pemikiran KHD hanya saja belum sepenuhnya melaksanakan pemikiran KHD di dalam pendidikan dan proses pengajaran. Bisa jadi karena kekurangpahaman secara menyeluruh tentang pemikiran KHD. Merdeka untuk melaksanakan pemikiran KHD terbukti kepala sekolah memberikan dukungan kepada untuk mengikuti program guru penggerak.

Filosofi pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara menekan kepada merdeka belajar. Beliau perpesan agar kita guru kembali mengingat hakikat dari pendidikan. Pendidikan adalah menyajikan pembelajaran yang berpusat kepada setiap peserta didik. Yang Pendidikan diberikan sesuai dengan tumbuh kembang mereka. Sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan mereka. Sehingga proses pembelajaran yang mereka alami memberikan makna hidup menuju pencapaian kehidupan yang bahagia. Setiap anak itu unik, setiap anak itu berbeda.

Kita sebagai guru tidak boleh mengkotak – kotakkan mereka. Guru tidak boleh membeda-bedakan mereka bahkan melabelin mereka dengan kondisinya. Namun kita sebagai guru disini dituntut memfasilitasi mereka. Pendidikan yang merdeka, sesuai dengan arah dan minat mereka. Dan Guru berusaha semaksimal mungkin memenuhi kebutuhan itu. Maka dengan demikian tujuan dasar pendidikan dapat kita capai. Setiap anak merasa ada dan diperlukan adil sesuai dengan apa kemauan mereka. Dan sesuai dengan apa yang menjadi kebutuhan mereka. Kita sebagai pendidik diharapkan mampu menerapkan filosofi pendidikan ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karso, dan tut wuri handayani.

Baca Juga : Pemikiran Ki Hajar Dewantara Kode 1.1.A.4.1. Forum Diskusi

Kita guru di depan sebagai figur yang memberikan contoh, di tengah sebagai pendamping mereka yang menuntun mereka bersama- sama mencapai tujuan belajar dan di belakang sebagai sang motivator mereka untuk memberikan mereka semangat mencapai pembelajaran. Sehingga pendidikan yang humanis yaitu memanusiakan manusia yang berbudaya dan berkembang secara kognitif (daya cipta), afektif (daya rasa), dan konatif ( daya karsa) seperti yang disampaikan Ki Hajar Dewantara dapat terwujud, beliau juga mengatakan bahwa guru hendaknya mempunyai ketauladan lebih dahulu, baru sebagai fasilitator dalam mengajar.

Oleh karena itu kita guru harus bisa menghargai setiap peserta didik sebagai insan belajar yang unik yang memiliki kelebihan yang berbeda satu sama lain, kita tidak focus memperlakukan mereka hanya melihat kekurangan mereka tapi kita berupaya focus terhadap titik unggul yang mereka miliki untuk kita asah sehingga tercipta sebagai manusia sejatinya yang mampu hidup sebagai anggota masyarakat. Kita sebagai guru juga diharapkan memiliki keteladan yang dapat dijadikan panutan oleh insan belajar baik dari kepribadian, perilaku maupun tutur kata sehingga mereka menularkan cerminan itu di sekelilingnya.

Bagaimana dengan saya? Sejak saya mengikuti kegiatan pelatihan secara daring terkhusus tentang pendidikan inklusif dan menjadi komite sekolah penggerak di sekolah, setiap hari mencoba dan mencoba menerapkan folosofi pendidikan dan tujuan dasar pendidikan yang dikumandangkan Ki Hajar Dewantara, melalui kegiatan pelatihan itulah saya diingatkan kembali supaya melihat kembali ke dalam pesan beliau apa sih dasar dari pendidikan itu sebenarnya, selama ini saya focus hanya melihat kurikulum, kompetensi tanpa melihat karakteristik anak didik.

Baca Juga : Pendidikan Memerdekakan Kehidupan Manusia

Kompetensi kurikulum ada gerbang pendidikan ajar, yang tiba dan masuk adalah mereka yang mampu dan yang tidak sampai adalah mereka yang tidak mampu namun saya tidak mencoba memfasilitasi sesuai dengan arah minat dan kemampuan mereka, jangan hanya menyalahkan anak didik saya yang tidak mau sedikit berjuang untuk mencapai gerbang tersebut tanpa pernah berpikir bahwa mereka tidak harus sampai semua secara keseluruhan, bahwa gerbang dari setiap anak didik itu berbeda jarak tempuhnya dari berdiri dan bahwa alat yang saya berikan harus sesuai dengan kemampuan anak didik untuk mencapai gerbang tersebut.

Juga saat ini sudah mulai mencoba melakukan pendidikan yang memerdekakan anak didik, pendidikan yang berpusat kepada peserta didik dan pendidikan yang memberikan mereka pengalaman hidup bukan hanya sekedar mencapai kompetensi belaka.

Share:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *